Rabu, 08 Desember 2010

surat delapan belas ...'Nadi Aliyyan Mazhharol-ajaa-ib'...

05 Desember 2010 jam 23:11
Nak akhirnya kau dapat kami sentuh. Sabtu, 4 Desember pukul 8.30 tahun 2010 kau meneriakan tangis pertamamu di rumah sakit Ibnu Sina Makassar. Hufff..., Nak kau memang layak untuk istimewa, selain ribuaan karunia menjelang kelahiranmu.Proses persalinan sebelum kau dilahirkan juga begitu tak biasa.

Ali Ridho akan kuceritakan beberapa peristiwa sebelum akhirnya kau dilahirkan, semoga kelak kau tau betapa istimewanya kau bagi aku dan ibumu ;

jumat pagi pukul 8.30.

Hatiku gelisah setiap kali melihat ibumu yang tak menampakan tanda-tanda kontraksi padahal waktu dan bulan telah menunjukan kurang 2 hari lagi usia kandungan ibumu 42 minggu. Kakaku (Pamanmu) yang sedang berada di Tanah Suci , kebetulan sedang berdoa di Raodah mengirimkan SMS menanyakan dirimu dan ibumu. Aku semakin gelisah, karena aku selalu percaya ketajaman insting pamanmu yang menurtku selalu luar biasa mengenai hal seperti itu, termasuk menebak diawal kehamilanmu bahwa kau laki-laki.

jumat pukul 9.50

aku berdiskusi dengan ibumu mengenai kegelisahanku. dan setelah solat jumat aku berjanji akan bersama-sama chekup di rumah sakit bersalin pertiwi.

jumat pukul 14.00

Aku tak berhenti melirik jam tanganku saat beradi di angkot, mengukur berapa waktu yang dibutuhkan antara rumah di sudiang dengan rumah sakit pertiwi tempat rencana persalinanmu,termasuk melakukan kalkulasi jika kami melewati jalan tol dengan menggunakan Taxi. Hasilnya dengan menggunakan pete-pete bisa menghabiskan waktu sekitar 45 menit dan sekitar 30 menit jika menggunakan taxi dan melalui jalan toll.

Jumat 14.45

kami sampai dirumah sakit pertiwi dengan niat sekedar chek up, tapi tak ada tanda-tanda dokter dan kebetulan hari sudah sore apalagi hari jumat. Kami hanya masuk ke ruang UGD bertanya pada seorang petugas jaga mengenai mekanisme pengurusan adimistrasi jika melakukan persalinan, termasuk sarat penggunaan askes yang kami punya.

Jumat 15.25

aku melirik ibumu yang terlihat santai dan sesekali bertanya berbagai hal, kalau-kalau minggu depan akan melahirkan disana.Kami memutuskan untuk mengambil taxi dari tugu mandala sampai didepan MTC karebosi untuk melanjutkan perjalanan ke Sudiang dengan menggunakan angkot. Hampir satu jam aku dan ibumu berdiri namun tak ada satupun pete-pete sudiang yang datang. Maka aku putuskan kepada ibumu untuk mengambil jalur pete-pete BTP sekalian chekup dengan dokter ibumu.

Jumat 16.30

kami tiba di BTP dengan menggunkan angkot dan teryata dokter syahruni baru membuka praktek pukul 18.30. Sambil menanti jam praktek dokter, kami berdua menghabiskan waktu dengan menikmati es teler BTP tempat biasa kami menghabiskan waktu di sore hari.

Jumat 19.00

Terlambat tiga puluh menit dokter spesialis kandungan Syahruni baru saja tiba di ruang prakteknya. Ibumu sudah lama menantikan karena kegerahan, sementara aku harus menghentikan setengah bab novel negara kelima Esito yang sedang kubaca. Sahabatku Andi Madukelleng juga sudah tiba ada janji yang mesti kami selesaikan malam itu.

jumat 19.20

Keringatku mengucur deras, tangis ketakutan ibumu tak lagi bisa tertahan pasalnya dilayar USG air ketubanmu nampak begitu keruh. Belum lagi penjelasan dokter bahwa ketuban ibumu sudah beberapa hari pecah tanpa kami sadari, dan ibumu tidak mengalami kontraksi sama sekali. Sebuah surat rujukan oprasi jam delapan pagi besok adalah jawabanya. aku berusaha untuk tenang dan membesarkan hati ibumu yang sangat galau sambil berujar "oke dok oprasi besok pagi".

Taxi seolah berjalan lambat saat kami menuju rumah mengambil koper persiapan persalinanmu yang sudah disiapkan ibu sekitar sebulan lalu. didalam rumah nampak kehawatiran diwajah nenekmu, ibu dari ibumu saat aku jelaskan bahwa besok harus oprasi.

Sementara kakekmu lelaki luar biasa itu nampak tenang dan matanya menguatkanku. Tanpa banyak meminta persetujuan lagi setelah koper ditangan, Taxi segera meluncur menuju ibnu sina.

jumat 20.30

Dokter rumah sakit kaget saat menanyakan mana ibu yang mau bersalin, karena ibumu begitu tenang duduk santai diruang tunggu.

jumat 22.30

dikamar VIP rumah sakit Ibnu Sina kami saling berpandangan. Ibumu begitu tenang menghadapi apa yang dirasakan, sambil berkata "akan ku cintai anakku ini, tak pernah ada kesusahan yang kurasakan"! Aku tersenyum sambil membelai kepalanya disaat seperti ini kami berdua harus menghadapi segalanya, tak ada keluarga, kecuali sahabat setiaku akel yang selalu sigap menemani.

Ada haru yang kurasakan pada akhirnya kami mesti saling menguatkan!

Jumat 23.30

dokter memberikanku sampel darah ibumu untuk diantar menuju Unit Transfusi Darah (UTD), sekedar berjaga-jaga kalau-kalau pendarahan akan terjadi.

jumat 24.00

diruangan UTD aku menanyakan apakah golongan darah ibumu, apakah memiliki stok disana? setelah diperiksa Alhamdullilah teryata ada, terima kasih Ya Rabb,

aku merenung mungkin kebiasaanku mendonorkan darah ketika mahasiswa dulu kini kau balas dengan cepat.

Sabtu pukul 1 dini hari

Lima orang sahabatku telah berkumpul dirumah sakit Adam, Reza, Asri Abdullah, Asad dan akel duduk mengitariku memberi semangat dan bertanya kalau-kalau ada yang kubutuhkan. Asri Abdullah seorang juniorku di ukpm yang selalu saja kuanggap adik sendiri, kuberi tugas untuk menjaga di UTD kalau-kalau darah dibutuhkan.

sabtu pukul 8 pagi

nenekmu tak berhenti panik dan menangis. Sementara kakekmu dengan matanya yang lembut terus meyakinkanku bahwa pilihan ini benar. Perlahan aku ikut mendorong kursi roda ibumu menuju kamar oprasi, berbagai doa aku bisikan ditelinganya. ia terlihat tenang setelah membaca doa Nadi Ali Kabir dari kitab Zaad Al-Maad karya Allamah Al-Majilisi R.A. Nadi Aliyyan Mazhharol-ajaa-ib. itulah awal doa itu yang berarti "paggilah Ali yang ditampakkan kepadanya berbagai keajaiban"!

sabtu 8.30

seorang dokter keluar membawa bayi ditangganya, pikiranku masih melayang kesana kemari, gelisah menantikan apa yang terjadi didalam sana. Lelaki disebelahku yan juga menanti kabar ayahnya yang sedang dioprasi menegurku anakta itu pak! aku berlari mengejarmu menuju ruang anak, seorang suster mengajakku masuk untuk azan ditelinggamu. Tangganku gemetar anakku, Tuhan Maha Mulia Dirimu Yang Menciptkan Manusia dengan Segala Kesempurnaanya.

Sabtu 9.30

ibumu tersenyum namun masih nampak lemas ketika keluar dari kamar oprasi, dia hanya berbisik ia memang Ali ,tak ada sakit sama sekali....Tajidhu awnan laka fin-nawa ib, Lii ilallohi hajjatii wa alayhi mu awalil ( pasti akan kudapati dia sebagai penolong bagimu dalam berbagai bencana penderitaan, Hanya kepada Allah-lah kumohon keperluan bagi diriku hanya kepadaNyalah sandaran diriku)

surat tujuh belas...'arti ibu'

Nak, aku mulai mengerti arti ibu dari proses kehamilan dirimu. Nak aku belajar banyak darimu, dari setiap gerakan yang kau lakukan saat bersama ibumu membuatku semakin tau tentang arti cinta ibu bagi anaknya. Setiap sentuhan ibu adalah bahasa cinta, kata-katanya bagimu adalah deretan doa dan kerinduan.

Nak,sudah hampir delapan tahun aku tak pernah lagi bertemu dengan ibuku.kadang aku merindukanya, ingin rasanya menyentuh lagi wajahnya yang bulat mirip wajah ibumu.Mengecup keningnya sampil bercerita tentang apa yang aku lakukan hari ini.

Ali anakku, ketahuilah ibuku sama dengan ibumu, mereka adalah wanita yang lembut tutur katanya, mandiri dan selalu bersedia membagi beban bersama. Nak, ketahuilah ibuku dan ibumu tidak pernah berjumpa.Ibuku tak sempat duduk dipelaminan saat aku menikahi ibumu,Ia juga tak sempat melamarkan Ibumu untukku, dan aku tak sempat menunjukan inilah menantunya yang merupakan jawaban dari doanya saat aku beranjak remaja "semoga anak lelaki kecilku ini mendapatkan wanita soleha untuk mendapingi hidupnya'"!

Ali kelak ketika kau mulai dewasa ingin rasanya aku menceritakan tentang Ibuku padamu. Tentang betapa sayangnya dia padaku, tentang air matanya yang selalu basah ketika anak lelaki kecilnya membuat ulah. Nak, delapan tahun lalu ketika Universitas tempatku kuliah mengirimkan surat bebas tes bagiku , saat itu kuburan ibuku belum lagi kering. Baru tiga hari aku melepasnya pergi menyusul ayahku.Aku tak sempat mencium tanganya, merasakan belaian lembut dikepalaku yang senantiasa menjadi obat terbaik bagi jiwaku, sembari berpamitan untuk berangkat kuliah dengan memohon doa darinya.

Nak, ketahuilah terkadang aku begitu iri melihat teman-temanku ketika kuliah dulu, saat mereka mendapatkan telpon dari ibu mereka dikampung yang ingin tau kabar anaknya.Aku menahan air mata ketika kawan-kawanku membuka kardus kiriman mereka yang berisi kue kering atau lauk pauk yang dimasak oleh tangan ibu mereka. atau pernah pula aku tak mampu menahan air mataku ketika saat ramah tamah fakultasku, ketika namaku didengungkan disebuah hotel mewah sebagai lulusan terbaik, semua mata menoleh padaku dan bertanya mana orang tuanya? mana mamanya ? mana keluarganya ? dan kakaku lewat sebuah sms hanya berkata ;katakan pada mereka kau adalah putra kehidupan yang dipilih untuk menyelesaikan kehidupan sendiri! Aku menoleh pada ibumu yang saat itu menjadi satu-satunya pendampingku, wakil dari keluarga hatiku.Dengan tersenyum ia berkata "kak, tunjukan pada mereka bahwa kau adalah anak terbaik yang mampu membanggakan orang tuanya sekalipun keduanya telah tiada"!Air mataku tumpah saat menuju podium,kata-kata ibumu bagai oase bagiku yang membuatku yakin wanita inilah yang akan kupilih menjadi ibumu!

buat para ibu terima kasih telah bersedia menderita bagi kami....

surat enam belas 'Jika Nanti'

25 November 2010 jam 8:12

Nak, kini usiamu memasuki 41 minggu dalam kandungan ibumu. Artinya tinggal seminggu lagi usia normal batas kelahiranmu. Ada banyak doa yang disiapkan ibumu atas dirimu, doa yang dikirim dari hatinya. Nak,kakaku yang sedang ditanah suci juga mengirimkan doa bagi keselamatanmu, katanya "semoga kelak kau menjadi sosok yang berusaha menyempurna".

Ali jika nanti kau dewasa ada beberapa orang yang mesti kau selalu doakan, karena mereka tidak pernah berhenti mendoakanmu pagi, sore dan malam hari. Namamu dan dirimu adalah doa itu sendiri kata mereka.Wahai, "anakku Muhamad Ali Ridho" mereka mengoreskan nama tentang keikhlasan atas dirimu, dan menitipkan nama para lelaki suci di dalam namamu.

Jika nanti kau dewasa ingatlah ini, janganlah berhenti mendoakan Ibumu karena betapa susahnya ia mengandung dirimu. Tak ada keluh dari bibirnya selain tawa dan tanggis tentangmu dan kehidupanmu kelak. Setiap malam ditengah kehamilannya yang sembilan bulan dia menghabiskan beberapa surah yang dikirim khusus untukmu. Kakekmu juga yang berada di bone tak henti-hentinya mengajarkan dan mengirimkan doa keselamatan bagimu, dan kakakku yang juga sedang berada ditanah suci mengirimkan doa khusus dibaitullah padamu.

Nak, mereka adalah orang-orang yang keberkahan dan keikhlasanya mesti kau tiru jika nanti kau dewasa.Jangan pernah kau membantah mereka, karena mereka adalah barisan orang-orang yang hatinya ikhlas. Mereka adalah telaga ilmu dan cinta yang harus selalu kau timba agar keberkahan selalu meliputimu.

Anakku Ali, Jika Nanti kau dewasa komohon cintailah ibumu sebagaimana kau mencintai kehidupanmu sendiri, sayangilah kakekmu sebagaimana ia selalu menantikanmu, dan belajarlah banyak pada pamanmu (kakakku) karena ia pintu ilmu dan guru keikhlasan.Serta hormatilah yang lebih tua, sayangi yang muda seperti kata pepatah......

surat lima belas..'masih tentang rumah kertas'

03 November 2010 jam 21:24

Nak,kehidupan adalah perlombaan! Mungkin inilah zaman yang dinginkan oleh kapatilisme.Ketika kita semua adalah bagian dari kompetisi yang mesti saling beradu cepat,bertanding kekayaan, dan saling memanfaatkan untuk memperbesar ekspolitasi diberbagai bidang kehidupan.Nak kau tak beruntung lahir di zaman ini, karena segalanya akan diukur dengan berbagai ukuran materialisme.

Siapa kita? adalah apa yang kita miliki dalam wujud kebendaan.Bukan kapasitas dan isi kepala yang kita bawa.Niatan refleksi tangung jawab moral dan sosial yang ingin kau wujudkan bagi dunia baru akan menjadi hal yang aneh bagi manusia zaman ini.

Nak sebuah refleksi kecil baru saja kualami hari ini, seperti yang sudah kutulis sebelumnya (rumah kertas yang harus kita tinggalkan) maka aku dengan seorang sahabatku berusaha mencari kontrakan baru setidaknya sebuah benteng perlindungan yang lebih baik dari rumah kertas. Selain aku dan sahabatku itu (Akel) seorang teman kuliah s2 menawarkan sebuah tempat yang katanya menghadap matahari dengan berbagai tetek bengek penjelasanya tentang keberuntungan. Dengan bersemangat aku menyambut baik penjelasan kawanku itu, walhasil teryata ketika sampai dirumah yang ditunjukan hatiku begitu tersayat sebuah rumah dengan genteng yang bocor dan dua kamar tidur yang kacau balau, lengkap dengan lantai keras merupakan isi rumah matahari itu.Aku terpukul, apalagi melihat halaman depannya selokan air limbah menjarah sampai kebibir lantai teras yang langsung menuju pintu depan... Masya Allah!

Nak,aku tak sangup menitipkan dirimu dan ibumu ditempat seperti ini.Hatiku terbakar!Demi Tuhan aku bukan dari keluarga yang kaya tapi setidaknya aku lahir disebuah rumah yang layak! Apakah aku sehina itu dimata kawanku itu ? Nak ketahuilah kau adalah mata air cintaku, apapun akan kulakukan bagi dirimu agar kau selalu mendapatkan yang terbaik walau mungkin mesti berkompromi dengan zaman ini.

Sesampainya dirumah aku merenung,siapakah aku nak ?aku juga bukan apa-apa, mengapa mesti merasa terhina dengan apa yang dilakukan oleh kawanku itu ? mungkin dia masih membayangkan seorang mahasiswa dengan kaos hitam dan jeans sobek beralas sandal jepit .Mungkin kawanku itu masih berpikir aku masih ingin berkarib dengan malam dan lantai kasar pusat mahasiswa sembari berdiskusi tentang filsafat.Jadi tak masalah bukan, karena mungkin itulah penilianya padaku karena sampai saat ini aku belum naik mobil fortuner dengan Hendphone keluaran terbaru dan aku memang masih berkarib dengan lantai, setidaknya dengan kasur tips yang walau tak hangat lebih baik dari lantai pusat kegiatan mahasiswa dulu.

Aku tertawa sendiri membayangkan kejadian yang baru saja terjadi sembari berpikir inilah zaman edan itu, ketika kau dilihat dari apa yang kau pakai bukan sejauh mana kapasitasmu terus bergerak. Semestinya aku juga mesti sadar bahwa uang kita juga terbatas untuk menyewakan rumah yang layak apalagi mewah.Tapi sudahlah, besok aku mesti bangun lagi mencari benteng yang aman bagimu dan ibumu......

surat empat belas.. 'Selamat Tinggal Rumah Kertas'

02 November 2010 jam 23:27

Anakku Ali untuk pertama kalinya aku "Takut"setelah kata itu enam tahun lalu aku buang jauh dari kehidupanku.Bagaimana tidak, disaat segenting ini ketika persalinanmu sudah semakin dekat dan dapat dihitung dengan jari tangan, pemilik rumah kertas yang aku dan ibumu gunakan berlindung meminta kami untuk segera angkat kaki.

Tak ada alasan yang pasti selain pemiliknya ingin memperbaiki rumah kertasnya yang ketika musim hujan datang akan berubah menjadi kolam renang yang luas seperti kolam renang dalam sinetron. Tapi kolam renang rumah kertas kontrakan kita adalah ruang tamu,kamar tidur sampai dapur yang pernah memaksa kami tidak bisa terlelap semalaman.

Rumah kertas ini bagi aku dan ibumu begitu berjasa dan akan selalu kami kenangkan.Setidaknya menjadi tempat berteduh walau tak mampu menahan air hujan, rumah kertas ini mampu melindungi kami dari panasnya matahari. Di rumah kertas ini pula sekolah magisterku selesai, sekaligus tempat dimana kau ditakdirkan bersatu dalam tubuh ibumu.

Ali anakku, tinggal menghitung hari kau akan lahir sementara aku masih bingung hendak kemana mencarikan tempat berteduh yang aman bagi dirimu dan ibumu untuk sementara, sampai persalinanmu selesai dan kau bisa tidur dengan tenang dibalik selimut kecilmu yang beberapa hari lalu telah dibelikan oleh ibumu.

Nak, maafkan aku atas masalah ini. Aku mungkin terlalu sibuk mengejar mimpi dan lupa mempersiapkan hal yang penting bagimu. Maafkan atas ketidaknyamanan ini, aku dan ibumu juga sudah meminta waktu pada sang pemilik tapi ia tetap kokoh pada pendirianya ingin merenovasi rumah kertas kita.

Ali kali ini aku benar-benar 'takut'membayangkan waktu yang berjalan. Aku mesti berlomba mempersiapkan segalanya. Aku tak ingin kalah dan tak boleh kalah dengan takdir ini, karena aku lelaki.....

buat rumah kertas kami yang sebentar lagi harus berpisah kami akan mengenangmu dalam takdir hidup kami...
keluarga kecil rahmad
BTP Blok L.347
makassar sulawesi selatan...
makassar,2/11/2010

Surat tiga belas.. 'keluarga kecil kita'

30 Oktober 2010 jam 0:58

Nak senang rasanya dapat kembali berjumpa denganmu dan ibumu.Ada begitu banyak rindu yang ingin kusampaikan saat melihat dirimu semakin besar dalam perut ibumu.Anakku Ali, ketahuilah ada saja rasa bersalah yang selalu singgah ketika mesti meningalkanmu, apalagi sisa menghitung jari menurut prediksi dokter kau akan segera hadir di bumi.Kata ibumu posisi dirimu telah sempurna siap untuk lahir, demikian berita terbaru hasil pemeriksaanya.

Entah sudah beberapa kali semenjak kehamilanmu aku pergi mengejar mimpi banyak orang, mimpi tentang perjuangan para ayah, tentang hidup yang mesti dilanjutkan. ini semua demi keluarga kecil kita ? Tapi disisi lain tak adil rasanya membiarkanmu hanya berdua dengan ibumu apalagi dimasa-masa ini.Nak, aku sayang kau dan ibumu.,...

surat ke-dua belas 'ulang tahun ibumu'

15 Oktober 2010 jam 9:12

Nak, ibumu berulang tahun hari ini. Kami terpisah oleh jarak bukan karena tak cinta justru demi cinta. Nak, di ulang tahun kali ini tak ada lilin dan kue tar tak ada juga diriku yang menemaninya tertawa. hanya beberapa baris kalimat selamat lewat sms semoga cukup mewakili rasaku padanya.

i lov u mam......

surat ke-sebelas "iwan Fals"

09 Oktober 2010 jam 9:49

Cepatlah besar matahariku Menangis yang keras, janganlah ragu...
Tinjulah congkaknya dunia buah hatiku... Doa kami di nadimu...
iwan fals


Nak, semalam iseng saja memutar lagu ini tapi ketika pagi liriknya memanggil kembali. Hari ini kita mesti berpisah lagi, demi tugasku sebagai seorang calon ayah untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Nak ketahuilah, berat rasanya meningalkan ibumu dan dirimu yang sudah delapan bulan. Tapi demikianlah hidup ada banyak langkah yang mesti diambil sebelum kau benar-benar lahir.


Cepatlah besar wahai matahariku menangis yang keras dan jangan ragu!!!!

surat ke-sepuluh 'usia emas'

27 September 2010 jam 9:59

Nak, saat ini kau sedang dalam masa usia emas dikandungan ibumu. Kata dokter ketika janin berusia tujuh bulan, otak janin sudah mulai berkembang dengan sangat pesat. Ini saat yang tepat mengajakmu untuk banyak berbicara, termasuk memberikan stimulus dengan musik klasik untuk merangsang pembentukan sel-sel otak yang dipercaya sesuai dengan ritmis musik seperti bethoven, Sonata E Major-Baby-Einstein dan yang lainya. Nak ketahuilah aku tidak mengerti musik apalagi musik klasik! Tapi untunglah dunia sudah begitu moderen, cukup dengan sebuah ‘keyword’ yang dimasukan ke sejumlah situs pencari kita tinggal mengambilnya dan memindahkan di notebook, maka seisi rumah serasa di taman kanak-kanak atau gedung opera di film-film box office.

Nak, selain kata dokter ada juga anjuran dari teman-teman untuk aku dan ibumu agar banyak-banyak membaca surah Yusuf, Maryam dan Ar-rahman. Nenekmu dari bone juga setiap pagi membuat jadwal menelpon ibumu dengan berbagai pesan, dan minggu ini penekananya ‘sudah waktunya membuat acara baca doa selamatan menyambut usiamu yang tujuh bulan’ ! aku jadi ingat kalau sesorang menginjak dewasa maka usia emasnya adalah tujuh belas tahun dan akan dirayakan dengan pesta ulang tahun yang meriah dengan tema sweet seven teen, mungkin jika dianalogikan dengan dirimu sebagai janin maka saat ini kau sedang berada pada usia emas seweet seven (ha..ha ini asal saja nak

Ali maafkan ayahmu yang masih mesti belajar banyak menjadi orang tua, sementara kalau semuanya berjalan lancar di bulan dua belas nanti kau akan berwujud di dunia. Saat usiamu yang ketujuh bulan ini aku secara tak senggaja membaca sebuah artikel yang dikirimkan sorang teman judulnya ‘ 8 kiat-kiat menjadi ayah yang hebat’;

1. Meluangkan waktu yang cukup untuk keluarga

2. Bermain dengan anak

3. Memberikan keteladanan dengan bijaksana

4. Mengakui kesalahan, meminta maaf dan mengucapkan terima kasih kepada anak

5. Menjadi penyemangat dan pendukung anak

6. Menjadi pendengar yang baik jika anak sedang mengutarakan permasalahannya

7. Menghindari tindakan kasar yang merugikan fisik dan psikologi anak

8. Mengajak anak untuk berolah-raga dan tamasya

Nak, ketahuilah aku ragu dapat menjadi lelaki seperti di artikel itu. Aku takut tidak dapat banyak waktu bersamamu ketika kau dewasa, karena ayahmu ini selalu saja mesti menjadi buruh sepanjang waktu. Sampai saat ini akupun masih sangsi untuk bisa menjadi teladan yang bijaksana. untuk memimpin diriku sendiri saja aku merasa belum pantas menjadi teladan. Tapi tenanglah nak, toh kelak kita akan saling belajar bersama, tanpa perlu embel-embel ayah ideal atau anak ideal. Mari bersama kita lawan matahari dan melupakan bulan! Selamat memasuki bulan emasmu nak!



surat ke-sembilan ' Kahlil Gibran'

17 September 2010 jam 3:05

ANAKMU bukan anakmu !

“Anak adalah kehidupan, mereka sekedar lahir

melaluimu tetapi bukan berasal darimu.

Walaupun bersamamu tetapi bukan milikmu,

curahkan kasih sayang tetapi bukan memaksakan pikiranmu

karena mereka dikaruniai pikirannya sendiri.

Berikan rumah untuk raganya, tetapi tidak jiwanya, karena

jiwanya milik masa mendatang, yang tak bisa kau datangi

bahkan dalam mimpi sekalipun.


Bisa saja mereka mirip dirimu, tetapi jangan pernah

menuntut mereka jadi seperti sepertimu.

Sebab kehidupan itu menuju ke depan, dan

tidak tenggelam di masa lampau.


Kaulah busur, dan anak-anakmulah anak panah yang melucur.

Sang Pemanah mahatahu sasaran bidikan keabadian.

Dia menentangmu dengan kekuasaanNya,

Hingga anak panah itu melesat, jauh serta cepat.

Meliuklah dengan suka cita dalam rentangan tangan Sang Pemanah,

Sebab Dia mengasihi anak-anak panah yang melesat laksana kilat

Sebagaimana pula dikasihi-Nya busur yang mantap”.


Kahlil Gibran


Nak, aku bergetar setelah tanpa sengaja diantarkan kembali pada puisi ini. Ingin rasanya mengugat baris pertama puisi Gibran “Anak adalah kehidupan, mereka sekedar lahir melaluimu tetapi bukan berasal darimu". Tak bisa kubayangkan apakah petikan puisi ini benar jika menyaksikan segala beban yang kini dihadapi ibumu?

Dengan tubuhnya yang mungil, ia membawamu turut serta kemana saja,terkadang berbicara denganmu seolah-olah engkau sudah berwujud. Nak dia mencintaimu tanpa syarat!

Sementara ayahmu ini hanya bisa berujar 'sabar'tanpa pernah dapat membagi apa yang kini dirasakan ibumu. Nak, ketahuilah semenjak mengetahui dirimu telah ada, ibumu bertanya padaku apakah mesti harus tetap bekerja atau tidak ?

AKu hanya bisa 'diam' membiarkan dirinya mengambil pilihanya sendiri. Akhirnya dengan bijak ia mengambil keputusan itu, walau aku tau sulit untuk meninggalkan pilihan hidup yang sudah dijalaninya hampir 6 tahun lebih.

Aku mengenalnya dengan baik, seorang wanita yang selalu siap berkorban bagiku, kali ini ia kembali berkorban untuk kita berdua. Meninggalkan segala rutinitas pekerjaanya. Aku dapat membaca dari matanya sebuah kesedihan,tapi dengan tegar dia berkata Aku kini telah menjadi seorang istri dan juga seorang ibu, aku tak ingin menukarkan ini dengan apapun!

itulah ibumu nak, seorang wanita dengan segala ketegaran dan kelembutanya.Kini dengan pilihanya itu ia memilih tinggal dirumah mempersiapakan masa persalinanmu dengan baik, tak ada keluh dari bibirnya tapi aku mampu membaca kelelah dari setiap bulir keringatnya ketika melangkah. Betapa berbahagianya dia nak, kau adalah harapan hidupnya yang diajaknya berbicara, bercanda dan sesekali tertawa, ketika kau bergerak didalam rahimnya ia selalu saja tersenyum bahagia, senyum seorang ibu, Bagaimana mungkin Gibran bisa berkata anakmu bukan anakmu?

Nak, Ketahuilah banyak hal yang berubah dari caraku memandang hidup semenjak oleh dunia medis kau dinyatakan ada. Aku semakin sadar bahwa Allah dengan Maha Kesempurnaanya telah menyusun sebuah siklus luar biasa dalam perjalanan manusia. Aku terkadang berpikir, bagaimana mungkin didalam sebuah tubuh bersemayam dua detak jantung yang saling bersatu, merasa dan berbagi. Apa yang masuk kemulutnya ikut pula kau rasakan, aku kemudian menjadi yakin tentang naluri seorang ibu. Mungkin itulah sebab dalam jarak kejauhan dan tanpa saling bertemu seorang ibu dapat merasakan apa yang dirasakan oleh anaknya.

surat ke-delapan 'Idulfitri kali ini'

09 September 2010 jam 0:15

Nak, ini lebaran kedua aku dan ibumu menjadi kami. Sudah dua lebaran dimana aku memiliki daftar tujuan mesti mudik kekampung ibumu. Sebelumnya semenjak ayah dan ibuku tiada dan aku mesti hijrah kuliah di Makassar tak ada jadwal pasti apakah aku mesti pulang atau tidak.

Semasa kuliah dulu, disaat semua orang bergegas untuk pulang berlebaran kekampung masing-masing, biasanya aku hanya bisa termenung sembari mengenang sebaris pusi kawanku dedy hermansyah “kemana aku mesti pulang ? Bukankah aku tak pernah membangun rumah dihatimu ?”

Saat-saat seperti saat ini adalah masa yang paling kubenci selama menjadi mahasiswa. Aku benci membayangkan saat kawan-kawanku mendapatkan pesan baik lewat sms atau telpon dari orang tua dan keluarga mereka yang meminta untuk pulang. Sementara aku hanya dapat terpaku disalah satu bilik Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) sembari bepikir betapa senangnya para mahasiswa itu, ketika sampai didepan pintu rumahnya akan disambut oleh ibu dan sanak saudara yang memeluk dengan kerinduan seolah mereka baru pulang dari medan perang.

Untunglah ada kawan-kawanku yang kadang berbaik hati yang mengajak pulang kekampung mereka. Ada kawan yang sudah kuanggap keluargaku seperti Adam yang selalu membuka pintu rumahnya untukku. Dirumah kawanku itu di jeneponto, aku sudah seperti anak bahkan aku membayangkan ibu, almarhum ayahnya dan saudara-saudaranya seperti saudaraku sendiri dan aku menjadi salah satu bagian dari mereka.



Ada pula seorang yuniorku dikampus, namanya Asri Abdullah atau biasa dipanggil Aco yang telah kujadikan adik semenjak aku menggenalnya. Aco akan gelisah dan mencariku ketika malam takbiran tiba dan akan memaksa untuk berlebaran dirumahnya. Kalau tidak salah, dua lebaran kuhabiskan bersama keluarganya. Bersama Aco aku merasakan makna ketulusan dan perhatian.

Nak, semenjak menjadi Yatim-Piatu aku hanya punya dua orang kakak di kampung. Mungkin kau bertanya mengapa tak pulang saja di rumah kenangan itu bersama mereka ? Katahuilah Nak, aku tak mau menjadikan beban kepulanganku menjadi beban meraka. Sudah cukuplah aku terkadang dibantu uang bulanan itu sudah menjadi beban dan aku tak mau adalagi beban hanya untuk sebuah waktu yang disebut sebagai silaturahmi.



Ah….sudahlah kuhentikan saja tulisan ini sebelum menjadi sebuah keluh kesah, bukankah aku telah memiliki kau dan ibumu yang membuatku dapat menjawab baris pusi dedy, setidaknya aku tau kemana aku mesti pulang , karena aku telah membangun rumah dihati kalian…..!

surat ke-tujuh 'Ulang Tahun Pernikahan'

14 Agustus 2010 jam 15:45

Nak, ketahuilah tentang arti dari angka yang begitu penting bagi aku dan ibumu.080809 adalah deretan angka yang menyatukan hati dan jiwa kami dalam sebuah ritus suci janji pernikahan.Tepat di tanggal 8 bulan 8 tahun 2009 aku berikrar di jam delapan pagi untuk menikahi wanita yang teduh wajahnya.

Nak, beberapa hari lalu pernikahan kami genap setahun.Sebuah sms dikirimkan ibumu untuk memintaku segera pulang dan merayakan saat bahagia itu bersama dirinya.Tak ada kue tar yang dihiasi lilin dengan angka satu, atau paduan suara yang berdendang lagu selamat ulang tahun.Di ulang tahun pernikahan itu hanya ada kami berdua, dihiasi dua buah pizza dengan tangan terangkat sembari mengucap syukur atas nikmat setahun pernikahan ini.

Nak, setahun pernikahan telah begitu banyak memberikan pelajaran bagi aku dan ibumu. Sebuah pelajaran tentang arti dari kata "kita" yang menghilangkan kau dan aku. Kita yang melebur tanpa jarak dan sekat.Kita yang sehati dan se-jiwa.Kita yang saling tertawa dan bersedih bersama.Sebentar lagi "kita"mungkin akan berubah menjadi "kami"atas nama keluarga seiring dengan hadirnya dirimu. mungkin nama keluarga kita akan berubah menjadi keluarga "rahmat". Tapi terserahlah apa nama yang kau dan ibumu akan pilih bagi keluarga kita nanti...

Terima kasih wahai wanita yang teduh wajahnya, yang telah memberikan hati yang lapang bagi diri ini...

surat ke-enam ...'rindu'

Nak, sudah hampir sebulan kita tak bertemu. Kata Ibumu kau sudah tambah besar dan lebih sering bergerak.Usiamu sudah masuk bulan kelima dalam kandunganya. Nak, aku rindu padamu dan ibumu. Ini soal harga diri, aku sudah berjanji untuk menyelesaikan apa yang aku mulai, maka sabarlah wahai anakku. Kelak kau akan tau tentang arti sebuah pilihan dan janji.

Nak, janji ini sangat menentukan nasib keluarga kita kedepan. Seperti yang pernah kukatakan dalam beberapa tulisanku “aku tak ingin saat ambulans terakhir datang untuk menjemput akhir hidupku aku hanya bisa berkata andaikan aku mengambil jalan yang sesuai takdirku mungkin aku tak begini”. Itulah hidup nak, lakukanlah apa yang menjadi kata hatimu jangan pernah menyerah dan jadilah apa yang kau mau!

Nak, diluar sana ayahmu ini terkadang masih dianggap anak kecil, ngana kodi (dalam bahasa kailinya) aku tak mau itu nak. Aku telah punya kau dan ibumu, aku mau takdir keluarga kita bukan berakhir di balik seragam hijau itu. Aku mau dunia menoleh pada kita, karena takdir sejarah yang kita tulis sendiri. Aku punya mimpi besar tentang kau dan ibumu, tapi itu terserah kalian. Dengan kedua tangan ini aku mempersiapkan segalanya lebih cepat dari usiaku karena aku sedang mengejar mimpiku,cita-cita, dan harapan besar yang kutulis dari alam bawah sadarku sejak aku masih SMU.

Nak ketahuilah mimpi selalu memiliki kekuatan, maka kau harus sabar menjalani segala mimpi yang kau punya, jangan pernah menyerah untuk mengejar setiap keinginanmu karena hidup tidak seindah apa yang kau pikirkan.

Nak, ayahmu ini sedang belajar menjadi petarung, dan selalu menikmati pertarungan dalam hidupnya termasuk bertarung melawan dirinya sendiri. Untuk itu jadilah petarung juga, jangan pernah menunduk pada siapapun karena kau pasti bisa lebih dari yang lain maka kauatkanlah impianmu karena kau pasti bisa menggapainya.

surat ke lima.. Syukur

09 Juli 2010 jam 21:22

Nak, semalam setelah negosiasi yang cukup panjang dengan ibumu akhirnya dia bersedia ke dokter untuk memeriksakan dirimu yang masih satu bersama tubuhnya . Sekedar informasi, ibumu selalu saja takut mendengar kata dokter karena selalu dilekatkan dengan dua hal; Suntik dan alat Tensi darah (khusus alat ini , kata ibumu dari pelajaran biologi yang diketahuinya bisa menyebabkan pecah pembuluh darah entah benar atau tidak kelak bisa kau tanyakan langsung padanya)

setelah solat maghrib kami bergegas berangkat menuju dokter kandungan yang kebetulan masih satu perumahan dengan kontrakan kita di Bumi Tamalan Rea Permai (BTP). Tak butuh lama untuk sampai ke dokter spesialis itu, cukup 10 menit dan satu kali naik pete-pete (angkot). Setelah tiba di klinik bersama(ini trend praktek dokter dalam satu tempat dan biasanya dilengkapi apotik)

aku langsung menanyakan;" dokter kandungan dimana "? kataku menunjukan sikap sempurna sebagai seorang suami!

Seorang perawat langsung memberikan kami nomor antrian.

Ketika baru saja diantara antrian yang ada. seorang perawat dengan jilbab besar keluar dari ruangan dokter kandungan itu, dengan mengumumkan angka secara berturut-turut seperti sedangkan menghafal angka-angka 5,6,7,8..

" oh maaf mbak, ini enam atau sembilan tanyaku sembari memperlihatkan nomor antrian kami ".

ini enam silahkan masuk bapak & ibu....

Ada kesan sopan dan dihargai dari kunjunganku kedokter spesialis kali ini, berbeda dengan saat beberapa kali ketika mengunjugi rumah sakit milik pemerintah atau puskesmas, aku sering melihat mereka yang tidak memperhatikan nomor antrianya atau terlambat , bisa kena semprot dan muka masam sang suster.

Silahkan ibu bapak, sapa seorang wanita dengan balutan jilbab yang rapi dari sebuah meja di ruang dokter tersebut. Wanita itu kira-kira berumur antara tiga puluh lima atau empat puluh tahun. lagi-lagi kami disambut dengan aksentuasi yang ramah, sama seperti suster yang tadi mempersilahkan kami masuk.

kami duduk di dua kursi yang memang disediakan untuk berdua, sepertinya dokter wanita tersebut telah mempersiapkan kursi dihadapanya untuk sepasang suami istri.

" Oke, bunda memiliki kartu pemeriksaan? Tanya sang dokter dengan tersenyum

belum dok, aku membaca kesan tegang dari ibumu nak,

kalau begitu sebelumnya sudah beberapa kali memeriksakan kehamilan ? atau ini urusanya bukan kehamilan? sambung sang dokter bercanda

"iyah urusan kehamilan" kataku menimpali sambil tertawa

"karena kalau urusanya sakit gigi pasti keseblah ki".kata dokter itu sambil tertawa

aku melihat ibumu juga tersenyum tanda ia tak sepanik ketika waktu pertama datang tadi

jadi sudah beberapa bulan ?..#@%^&&&**((((()& ...berbagai pertanyaan dan jawaban antara dokter waita itu dengan ibumu beredar ditelingaku yang membuatku tidak terlalu mengerti (maklum urusan wanita)

oke, kalau begitu kita lihat bayinya yah ?
aku terkejut, memangnya sudah bisa dok ? tanyaku dengan wajah yang pasti nampak bego.

sudahlah pak, bayinya sudah berumur tujuh belas minggu lebih empat hari.
Ya Rabb, nak aku terkejut ketika dia mengatakan bahwa kau sudah bisa nampak dan menyebutkan umurmu. Aku baru sadar bahwa kami tak lagi hanya berdua, teryata kau mulai berbentuk dan dapat terlihat.

Sebuah alat yang bernama USG atau Ultrasonography yang bentuknya mirib Sheldon J. Karen sebuah komputer yang dipunyai Plankton musuh tuan creb di film Sponge Bob di dekatkan pada ibumu dan seperti juga keren sang komputer, tiba-tiba saja alat itu memunculkan gambar. dan... Ya Allah, ada dirmu disana sedang bergerak-gerak.

Lututku serasa lemas antara haru dan takjub aku bisa melihatmu nak...dokter itu berujar,
itu dia anaknya pak ini kepalanya ...dan ini pungungnya.... Bayinya alhamudullilah sehat, dia bergerak terus, lihat kaki-kakinya tak berhenti menendang.

aku kagum pada dunia medis moderen yang bisa menghubungkanmu yang berada dalam tubuh ibumu dengan kami yang berada disini. Nak, belum cukup sampai disitu dokter itu melanjutkan, apa fotonya mau di cetak.

"Iyah"

Dalam hitungan menit, fotomu telah jadi yang kelak dapat kau lihat betapa kuasanya Tuhan yang telah menitibkan roh dan jasadmu dalam tubuh ibumu.

Aku teringat sebuah Firman Tuhan nak;

” Kemudian Kami menjadikan air mani itu segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal
daging, lalu segumpal daging itu Kami jadikan tulang-tulang, maka kami liputi tulang-tulang itu dengan daging, kemudian Kami menjadikannya satu bentuk yang lain. Maha suci Allah, sebaik-baik pencipta.” (QS 23:14)

Maha Suci Allah atas pelajaran yang kami terima hari ini. Aku merenung sembari menatap wajah ibumu. kini Tuhan memberikan satu nikmatnya lagi bagi kita. Kata dokter itu, Insya Allah kalau tidak ada halangan pertengahan bulan desember kau akan hadir bersama-sama kami. Artinya desember nanti kita bisa berkumpul bersama, aku dapat menyentuhmu serta membelaimu. Rasanya tidak sabar nak, namun ini juga merupakan waktu yang tepat bagiku untuk mempersiapkan segalanya bagimu, baik lahir maupun batinmu.
Nak,ketahuilah ayamu ini mungkin belum siap menjadi ayah. Solatnya terkadang masih bolong, doanya belum seperti nabi Zakaria ketika meminta keturunan kepada Allah. Atau sesabar Ibrahim bagi Ismail. Tapi nak kehadaranmu mengigatkanku pada kuasa Ilahi Rabbi. Terima kasih atas tarbiyah ini ya Tuhan..Nak, kami menantikanmu baik-baik sajalah dialam rahim sana, semoga dunia juga sedang baik-baik kelak ketika kau hadir......


Makassar 9 juli 2010

Surat ke-empat ..(masih tentang ibumu)

29 Mei 2010 jam 12:51

Baiklah nak, aku akan lanjutkan cerita tentang Ibumu. Setelah pertemuan kami dibawah deretan pohon-pohon hijau yang mengitari sepanjang baruga A.Pattarani ,aku semakin sering bertemu dengannya ditempat itu. Kami sering bercerita tentang berbagai hal disana. Gedung itu memiliki daya magnet bagi kami dan juga mahasiswa lain. Ada banyak sejarah di tempat itu yang setiap orang digenerasi kami memilikinya.

Saat aku masih semester awal tempat itu menjadi begitu menakutkan bagi kami para mahasiswa baru (maba). Melawati Gedung itu adalah bunuh diri bagi para Maba, pasalnya para senior selalu saja menjadikan gedung itu sebagai tempat berkumpul. Mendekati para senior hanya memiliki satu kemungkinan “dikerjai” ! Teras gedung itu begitu lapang berbagai aktivitas dilakukan mahasiswa diluar gedung.Ada yang bermain domino, membaca puisi, diskusi, konsolidasi aksi untuk demonstrasi sampai sekedar berpacaran seperti kami.Bahkan beberapa kelompok diskusi lahir dari sana, salah satunya “Kontra”yang berarti komunitas pelataran baruga. Baiklah nak nanti pada kesempatan yang lain akan kuceritakan tentang tokoh-tokoh besar yang dibesarkan dari berbagai diskusi digedung itu (setidaknya mereka adalah orang-orang berkarakter menurutku).

Kembali ke Ibumu. Sehabis jam kuliah, kami akan menghabiskan waktu untuk sekedar duduk dan berdiskusi disana sampai senja datang. Matahari yang kemerahan dan keramahan unhas disore hari adalah momen terindah. Nak, Sore berarti keindahan dikampus kami .Percayalah unhas begitu indah ketika senja. Karena pada waktu sekitar pukul setengah lima sore atau dalam keterangan waktu yang benar, yakni enam belas tiga puluh kau akan melihat matahari keluar diantara rindangnya pepohonan yang entah pohon-pohon itu bernama apa. Sore memiliki daya magis bagi kami, ketika jam-jam seperti itu kami akan beranjak dari baruga dan berjalan menuju pusat kegiatan mahasiswa. Disana ada banyak orang yang beraktifitas menghabiskan senja.Ada yang sekedar berlari-lari kecil, bermain basket, bola kaki, berlatih bela diri dari karate sampai silat atau dari kempo sampai taekondo. Maka biasanya kami akan memilih duduk dideretan tangga dengan susunan batu merah.Dari tempat itu kami bisa menatap berbagai aktivitas.

Saat di PKM, ibu biasanya akan diam sembari menatap semua aktivitas olahraga aku biasa mengatakan kepadanya. “Apa olahraga yang kau gemari”? Ibumu hanya akan menjawab dengan senyumnya, mungkin dia tau aku sedang menyindir. Pernah satu waktu disenja yang sama dia berkata padaku. “Dulu saat SMU saya sering ikut pencinta alam untuk mendaki gunung”! Setelah mendengar kata-kata itu, aku akan tertawa sekeras-kerasnya. Tak dapat dibayangkan ibumu seorang wanita dengan balutan jilbab yang rapi yang menutup seluruh aurat bagian tubuhnya adalah seorang pencinta alam. Tapi itulah ibumu, dia adalah sosok yang begitu lembut, namun sebenarnya adalah batu karang yang keras terhadap segala hal yang diyakininya. Dialah perempuan yang mampu membuatku sadar akan berbagai prinsip hidup. Dia adalah seorang muslimah yang begitu taat menjaga dirinya termasuk menutup aurat semenjak smp cerita itu kuketahui dari guru mengaji ibumu. ketahuilah nak, ketika masih SMP ibumu dikampungnya disebuah desa di Bone yang bernama Lamuru telah menjadi guru mengaji. Beberapa kali ketika menemani ibumu pulang kampung aku sering bertemu dengan murit-muritnya itu.

Semenjak kecil ibumu telah didik oleh seorang ayah yang menurutku begitu hebat. Nak, kau mesti tau, Ayah dari Ibumu adalah sosok yang luar biasa. Perawakanya begitu tenang, tanpa amarah bahkan menurutku terlalu baik. Dia adalah seorang bekas guru madrasah dan salah satu pejuang negara islam pimpinan kahar muzzakar. Maka tak heran ibumu menjadi wanita yang taat menjaga auratnya. Mungkin kesalahan terbesar dan pengingkaran akan imanya adalah belajar mencintaiku. Ha…ha nak ayahmu tak se-soleh ibumu.
bersambung...

Surat ketiga...3 Idiot

Nak, sudah lama rasanya aku tidak menonton sebuah film yang mampu menginsiparasi bawah sadarku sampai aku menonton film "3 idiot" hari ini. Film yang berdurasi hampir tiga jam ini, mampu mengetuk nurani kesadaranku tentang kehidupan yang tanpa sadar telah membuatku memaksakan diri untuk menyenangi pilihan yang sama sekali aku tak berbakat untuk itu.

Film ini menampar nurani kesadaranku tentang pilihan yang telah kuambil yang dapat dipastikan tidak akan membuatku bahagia. Seperti kisah seorang mahasiswa, Farhan, yang mencitai fotografer namun oleh orang tuanya dipaksa untuk menjadi seorang insiyur, atau kisah ketakutan tentang kemiskinan yang menimpa keluarga Raju membuatnya tidak berani untuk melanggar aturan yang ditimpakan kepadanya, sehingga ia tidak berani untuk menentang nasib. Itulah aku! Aku menyenangi buku, menikmati berdiri di depan kelas menyakiskan setiap orang memandangku sambil menantikan setiap bait kata yang hendak ku ucapkan. Berdebat dengan guru tata negara dan dengan sedikit keberanian aku maju ke depan dan menggantikannya mengajar di depan teman-teman kelasku saat SMU. Sejak kecil aku selalu bermimpi mempersembahkan gelar kepada almarhum Ayahku yang selalu berkata ,"Kelak nak, kau adalah harapan ayah untuk sekolah, belajarlah terus jangan pernah menyerah pada nasib !" atau kata almarhum ibuku,"Anakku ini kelak dia akan sangat pandai menjelaskan di depan orang banyak". Ah sialan, mengapa air mata ini mesti keluar lagi!

Kali ini aku berusaha menulis dengan hatiku, tentang kegelisahan atas berbagai perjalanan ini yang membuatku semakin kelelahan. Aku lelah Tuhan berkompromi dengan arus nasib untuk menjalani yang tidak aku sukai. Saat berangkat kuliah dulu, saat itu kuburan ibuku belum lagi kering ketika panggilan bebas tes untuk universitas tempatku kuliah memangilku. Bus malam yang mengantarkanku pada nasib seolah terus bertasbih memaksakan diriku hijrah ke-kota lain, meningalkan segala kesedihan yang baru saja ditimpakan kepadaku, kesedihan ketika beberapa bulan lalu ayahku meningal, kakak keduaku juga pergi menuju Tuhan dan Ibuku tiga hari sebelumnya berangkat menuju Tuhan. Sejak itu aku berkata pada diriku tak ada lagi yang perlu ditakutkan, aku harus berhasil menyelesaikan kuliah dengan terhormat biar dunia tahu bahwa inilah anak yatim-piatu miskin dari kampungnya dapat menyelesaikan pendidikan dengan kedua tanganya. Dan akhirnya masa itu tiba, ketika ramah tamah fakultas tempatku kuliah memangil namaku sebagai Lulusan Terbaik ! Lihatlah dunia inilah putra langit itu.....

Setelah selesai kuliah, aku kemudian berubah menjadi pengecut kembali mencoba memilih menjadi realistis tentang hidup. Sebuah tawaran memaksaku untuk berpikir dengan logika umum untuk menerima segala bentuk kemapanan yang ditawarkan dengan menjadi seorang PNS di kampungku. Sudah setahun aku memaksakan diri menikmatinya dengan berbagai dalih seolah-olah aku bahagia sampai akhirnya Rancho mengajarkan sebuah hal , "Apakah kita tidak akan menyesal ketika usia kita dibumi akan segera berakhir , ambulans terakhir datang membawa kabar akhir hidup kita, dan akhirnya kita hanya dapat berujar andaikan aku bisa menikmati hidupku dengan pilihan yang harusnya aku pilih dan aku senangi!"Ah, kalimat yang begitu indah.

Aku begitu cinta pada buku dan selalu berharap bahwa kelak akan menuliskan pikiran-pikiranku menjadi sesuatu yang bermakna bagi orang banyak. Aku mencintai aroma kelas, menatap mata-mata yang selalu dahaga atas pengetahuan sembari merasakan betapa nikmatnya menjadi seorang guru, aku mencintai kebebasan berpikir dan senantiasa berharap ada yang mendebati pikiran-pikiranku.aku bukanlah mesin yang digerakkan oleh sistem birokrasi, mengetik pidato pejabat sembari belajar adimistrasi pembangunan sebuah kota. Aku bukan menjadi diriku disetiap apel pagi berbaris sembari mengangguk seolah-olah mengerti apa yang dikatakan penerima apel.

Itu bukan diriku wahai Saudara, aku senantiasa tertarik pada narasi pengetahuan mendebatinya sembari merenung apa yang bisa aku lakukan untuk mengubah dunia. Ah, hari ini aku sadar betapa bodohnya aku membuang waktu untuk sesuatu yang tidak aku cintai. Dalam catatan harianku aku sudah menuliskan kelak di umur 30 tahun aku mesti menjadi doktor agar ayah dan ibuku bisa lapang dikuburnya.

Tuhan, kelak anakku akan kuberikan kesempatan untuk menjadi apapun yang ia mau, agar tidak seperti ayahnya yang terlalu pengecut akan hidupnya. Tak ada pekerjaan yang tidak baik sebenarnya namun apakah kita mencintainya atau tidak? Aku mencintai pengetahuan dan berharap bisa berbagi dengan itu, bukan mengurusi berbagai hal tentang adimistrasi. "3 Idiot" telah membangunkan kesadaran itu untuk tetap optimis bagi mimpi-mimpi kita, tidak ada yang tidak mungkin di bumi ini selama kita berani menjalani setiap mimpi dan berbagai rintangan di jalan yang kita lalui.

Kali ini aku berusaha berbicara dengan hatiku, bahwa sudah saatnya berkemas mengejar sesuatu yang tertinggal, tempatku di sini bersama mimpi-mimpiku, bukan di sana! Semoga Tuhan berbaik hati kali ini....

Makassar, 6 Mei 2010

Surat Kedua ....'Perjumpaan'

Ali atau Fatimah, kau tau kami punya banyak harapan untukmu dan keluarga kita kelak ketika kau lahir maka izinkanlah aku menuliskannya hanya untuk sekedar kau jadikan pelajaran walau mungkin tidak lagi sesuai dengan zamanmu.

Ananda Ali atau Fatimah, pada bagian awal surat ini aku ingin berkisah tentang ibumu agar kelak kau bisa tau bagaimana dia dan siapa sebenarnya dia yang aku kenal. Ali atau Fatimah ibumu adalah gadis pemilik mata yang indah dan senyum yang manis. Aku mengenalnya lima tahun lalu tepatnya disekitar tahun 2005, di kampus kami ketika sama-sama kuliah di fakultas Sospol Universitas Hasanuddin. Sebuah fakultas yang jauh dari kesan mewah dan terkenal, apalagi tempatnya orang berdasi.

Ibumu kuliah di Jurusan Ilmu Politik sedangkan Aku kuliah di Jurusan Ilmu Komunikasi.Aku mengenal ibumu dari sebuah perjumpaan tidak disengaja. Ketika itu aku sedang duduk di koridor bawah Fispol diantara ruang-ruang kuliah yeng berderet panjang. Waktu itu aku ingat betul sekitar jam dua siang, aku sedang berbincang dengan seorang kawanku yang kebetulan senior ibumu. Namanya Icoel aku tak tau nama sebenarnya, semoga kelak kau bertemu denganya dan menimba ilmu darinya. Ketika sedang asik berdiskusi dengan kawanku itu, ibumu melintas dan tersenyum, tentunya bukan kepadaku namun kepada seniornya.
Kau tau anakku aku seperti patung saat itu hanya bisa terdiam menyaksikan ibumu melintas.
Dengan berbisik aku berkata pada icoel, 'siapa itu' ?
Dia tertawa terbahak-bahak melihat wajahku yang mungkin memerah saat itu.
yang mana, kanan atau kiri ?
Kebetulan ibumu saat itu melintas bersama sahabatnya,namanya Sukma.
yang kiri kataku,
oh itu namanya endang, anak bone sudahlah dia anggota dari sebuah gerakan islam yang tidak mungkin menerima konsep pacaran.

aku hanya bisa diam saat itu. Sembari termenung, bukankah aku juga sedang giat-giatnya di sebuah organisasi islam? Toh aku bukan hendak sekedar bermain-main, ini soal cinta coel!

namun kata-kata itu hanya aku simpan didalam hati tanpa pernah diketahui kawanku icoel sampai beberapa bulan kemudian.

Perjumpaan itu membekas sekali anakku, dan aku tak kuasa melepaskan wajah gadis itu, aku jatuh cinta dipandangan pertama, seperti kisah di sinetron dan film-film india. Perasaan itu begitu menyiksa, aku sungguh jatuh cinta bukan sekedar tertarik pada wanita. Aku berkata dalam hati kelak wanita itu akan menjadi madrasah dari anak-anaku!

Beberapa bulan kemudian saat itu aku sedang bercengkrama dengan beberapa kawan sejurusan, yang aku ingat salah satunya adalah jun teman seangkatan kuliahku.Kami sedang menikmati kopi disore hari di baruga Patterani sebuah gedung pertemuan yang terbesar dikampus kami. Tiba-tiba mataku menangkap sosok gadis yang aku tanyakan pada icoel beberapa pekan yang lalu. Aku berkata pada Jun.
"Lihat gadis itu, maniskan" ?
kawanku itu tertawa sama seperti icoel,
kenapa tertawa ? tanyaku bingung pada jun
"sudahlah, kalau kau berani mendekatinya itu baru laki-laki"!
oke, lihat saja nanti.
dengan semangat aku beranjak dari jun dan dengan keberanian yang dipaksakan menuju ibumu yang saat itu sedang serius membaca buku dibawah rindangnya pohon disekitar baruga.

Lagi baca buku apa ? tanyaku basa-basi ( gombal khas para senior dikampusku!)
Dia hanya mengangkat wajahnya sedikit, sembari menghujani aku dengan matanya yang penuh curiga.Tapi itulah ibumu, dia selalu saja tersenyum.

Antara panik dan senang aku melanjutkan, saya juga punya buku bagus judulnya catatan sang demonstran yang ditulis SoeHokGie seorang aktivis mahasiswa angkatan 66 yang menjadi referensi gerakan mahasiswa dan menjadi bacaan wajib mahasiswa baru. Aku terus saja bicara, sebenarnya untuk menutupi kegugupanku sekaligus bisa melanjutkan pembicaraan (tepatnya bikin kagum).

lagi-lagi dia hanya tersenyum dan kembali menekuni bacaanya.
aku semakin panik saja. kutengok kebelakang kulihat jun tertawa, seolah tau penolakan yang terjadi.
Tapi bukan anak komunikasi kalau tak dapat memulai perbincangan kataku dalam hati.
baiklah, kalau saya mengangu kita yang sedang asik membaca saya pamit saja. ( ini jurus terakhir untuk memohon iba)

Tidak apa-apa kak rahmad,
astaga dia tau namaku. ingin rasanya aku berteriak dan melompat saking senangnya. Dengan segala upaya aku berusaha mengontrol rasa senangku kala itu.
Tau darimana nama saya ?
lagi-lagi dia hanya tersenyum,
oh lagi baca buku delia noer yah. bagus buku itu tentang reparasi sistim politik indonesia. Lagi-lagi sok tau untuk memulai pembicaraan.
iyah, terus bisa ceritakan tentang SoeHokGie? katanya kali ini buku Delia Noernya sudah ditutup dan memandangku lurus.
huh..., akhirnya aku bisa menarik nafas panjang. Setidaknya ketika seseorang sudah memulai kontak komunikasinya itu merupakan petanda interaksi yang baik, setidaknya itu yang dapat aku pelajari.
SoeHok Gie itu bla...bla...bla aku menjelaskan dengan panjang lebar dan dia menyimakku secara serius entahlah memang serius atau sekedar aneh saja melihatku yang kelewat PD.
Beberapa menit selanjutnya aku terus berbicara sambil menanti waktu yang tepat. sampai akhirnya dengan penuh percaya diri aku mengambil buku yang dipegangnya dan membuka sampul belakangnya yang putih polos dan menuliskan sebuah petikan kalimat puisi Gie yang terkenal :

“manisku, aku akan jalan terus
membawa kenangan-kenangan dan harapan-harapan
bersama hidup yang begitu biru”

Dia diam dan aku juga diam. Sementara aku dengar jun dibelakang sana tertawa dan bertepuk tangan.

Surat pertama...

Surat Kepada Ali atau Mungkin Fatimah yang semoga sudah berada ditubuh bundanya.
03 Mei 2010 jam 20:11

Kemarin malam burung merpati besi mengantar aku pulang ke makassar. Ada rindu yang tertahan setelah 20 hari tak berjumpa dengan wanita yang empat tahun lebih menjadi pacarku dan genap 8 bulan menjadi istriku. Setalah mendarat aku hanya mengirimkan pesan singkat lewat HP,saya sudah tiba dimakassar.Itu sudah cukup mengobati ketakutanya semenjak saya berada di bandara palu tentang Cuca yang tak bersahabat di makassar.

Tepat didepan pagar rumah kontrakan kami, aku melihat senyum riangnya, senyum yang sama saat aku pertama kali berjumpa di bawah rindangan pohon disamping gendung Baruga Patterani Unhas. Ah, senyum itulah yang membuatku yakin, gadis ini kelak akan menjadi pendamping hidupku dan akan menjadi ibu dari anak-anaku kelak.

Ada yang berubah dari diri pemilik senyum itu, tubuhnya nampak semakin gempal. Aku hanya tertawa sembari berbisik ditelinganya apakah Ali atau Fatimah telah menyatu bersama bundanya? Ia hanya tersenyum sambil berkata lirih ; sepertinya!
Ini sebuah kebahagian bagiku setelah delapan bulan dijejal berbagai pertanyaan yang sama, mirib dengan pertanyaan sebuah iklan KB, Kapan punya Anak ? akhirnya Tuhan mungkin mendengarkan doa kami.

Sebagai buah dari doa aku berniat mengirimkan surat ini kepada Ali atau Fatimah yang semoga sudah bersatu dengan bundanya;

Kepadamu Ali atau Fatimah...

Sengaja aku mulai menuliskan surat ini kepadamu agar kau tahu kami sangat berharap akan kehadiranmu. Setelah delapan bulan membina rumah tangga, kami mungkin belum mempersiapkan apa-apa bagi dirimu. Tapi sebagi ayah,dengan kedua tangan dan kaki ini aku siap membahagiakanmu.Demikian pula ibumu, dia adalah sosok pekerja keras yang tak pernah lelah untuk bejuang bagi dirinya dan orang-orang yang dicintainya.

Ali atau fatimah, ketahuilah ibumu adalah wanita tercantik yang pernah aku kenal. Perempuan tegar yang keras akan keyakinannya, sekaligus begitu lembut dengan cintanya. Kini Ia sangat berharap kau telah bersatu didalam tubuhnya.

Ali atau Fatimah, kau tau kami punya banyak harapan untukmu dan keluarga kita kelak ketika kau lahir maka izinkanlah aku menuliskannya hanya untuk sekedar kau jadikan pelajaran walau mungkin tidak lagi sesuai dengan zamanmu kelak.