Rabu, 08 Desember 2010

Surat ke-empat ..(masih tentang ibumu)

29 Mei 2010 jam 12:51

Baiklah nak, aku akan lanjutkan cerita tentang Ibumu. Setelah pertemuan kami dibawah deretan pohon-pohon hijau yang mengitari sepanjang baruga A.Pattarani ,aku semakin sering bertemu dengannya ditempat itu. Kami sering bercerita tentang berbagai hal disana. Gedung itu memiliki daya magnet bagi kami dan juga mahasiswa lain. Ada banyak sejarah di tempat itu yang setiap orang digenerasi kami memilikinya.

Saat aku masih semester awal tempat itu menjadi begitu menakutkan bagi kami para mahasiswa baru (maba). Melawati Gedung itu adalah bunuh diri bagi para Maba, pasalnya para senior selalu saja menjadikan gedung itu sebagai tempat berkumpul. Mendekati para senior hanya memiliki satu kemungkinan “dikerjai” ! Teras gedung itu begitu lapang berbagai aktivitas dilakukan mahasiswa diluar gedung.Ada yang bermain domino, membaca puisi, diskusi, konsolidasi aksi untuk demonstrasi sampai sekedar berpacaran seperti kami.Bahkan beberapa kelompok diskusi lahir dari sana, salah satunya “Kontra”yang berarti komunitas pelataran baruga. Baiklah nak nanti pada kesempatan yang lain akan kuceritakan tentang tokoh-tokoh besar yang dibesarkan dari berbagai diskusi digedung itu (setidaknya mereka adalah orang-orang berkarakter menurutku).

Kembali ke Ibumu. Sehabis jam kuliah, kami akan menghabiskan waktu untuk sekedar duduk dan berdiskusi disana sampai senja datang. Matahari yang kemerahan dan keramahan unhas disore hari adalah momen terindah. Nak, Sore berarti keindahan dikampus kami .Percayalah unhas begitu indah ketika senja. Karena pada waktu sekitar pukul setengah lima sore atau dalam keterangan waktu yang benar, yakni enam belas tiga puluh kau akan melihat matahari keluar diantara rindangnya pepohonan yang entah pohon-pohon itu bernama apa. Sore memiliki daya magis bagi kami, ketika jam-jam seperti itu kami akan beranjak dari baruga dan berjalan menuju pusat kegiatan mahasiswa. Disana ada banyak orang yang beraktifitas menghabiskan senja.Ada yang sekedar berlari-lari kecil, bermain basket, bola kaki, berlatih bela diri dari karate sampai silat atau dari kempo sampai taekondo. Maka biasanya kami akan memilih duduk dideretan tangga dengan susunan batu merah.Dari tempat itu kami bisa menatap berbagai aktivitas.

Saat di PKM, ibu biasanya akan diam sembari menatap semua aktivitas olahraga aku biasa mengatakan kepadanya. “Apa olahraga yang kau gemari”? Ibumu hanya akan menjawab dengan senyumnya, mungkin dia tau aku sedang menyindir. Pernah satu waktu disenja yang sama dia berkata padaku. “Dulu saat SMU saya sering ikut pencinta alam untuk mendaki gunung”! Setelah mendengar kata-kata itu, aku akan tertawa sekeras-kerasnya. Tak dapat dibayangkan ibumu seorang wanita dengan balutan jilbab yang rapi yang menutup seluruh aurat bagian tubuhnya adalah seorang pencinta alam. Tapi itulah ibumu, dia adalah sosok yang begitu lembut, namun sebenarnya adalah batu karang yang keras terhadap segala hal yang diyakininya. Dialah perempuan yang mampu membuatku sadar akan berbagai prinsip hidup. Dia adalah seorang muslimah yang begitu taat menjaga dirinya termasuk menutup aurat semenjak smp cerita itu kuketahui dari guru mengaji ibumu. ketahuilah nak, ketika masih SMP ibumu dikampungnya disebuah desa di Bone yang bernama Lamuru telah menjadi guru mengaji. Beberapa kali ketika menemani ibumu pulang kampung aku sering bertemu dengan murit-muritnya itu.

Semenjak kecil ibumu telah didik oleh seorang ayah yang menurutku begitu hebat. Nak, kau mesti tau, Ayah dari Ibumu adalah sosok yang luar biasa. Perawakanya begitu tenang, tanpa amarah bahkan menurutku terlalu baik. Dia adalah seorang bekas guru madrasah dan salah satu pejuang negara islam pimpinan kahar muzzakar. Maka tak heran ibumu menjadi wanita yang taat menjaga auratnya. Mungkin kesalahan terbesar dan pengingkaran akan imanya adalah belajar mencintaiku. Ha…ha nak ayahmu tak se-soleh ibumu.
bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar